Lintas Lintang Senja -Part1- 'Bebek Lilin'

Aku melangkah gontai saat itu. Menuju kelasku yang berada di lantai dua gedung sekolah itu. Wajahku menyiratkan kesedihan. Dan aku lapar.
Pelajaran olahraga pagi itu sungguh menguras tenagaku. Pak Adam seakan ingin meremukkan tulang murid-muridnya. Latihan marathon selama hampir satu jam penuh, dilanjut dengan latihan kayang. Duh, Untung saja badanku kurus.
Aku baru saja dari kantin, tapi aku tak berhasil membawa nasi bungkus, bahkan sepotong gorengan tempe pun tak bisa kulahap.

"Kamu sakit, ya?"

Sebuah suara mengejutkanku, langkah ku yang sudah gontai jadi semakin terhuyung karena kaget.

"Maaf. Hehe.. habis aku lihat kamu lemes gitu"

Katanya, lagi.
Aku tak mengenal siapa anak cowok itu. Mungkin dari kelas sebelah, atau kakak kelas, atau bahkan adik kelas.

Anak itu tersenyum.

"Kamu pasti lagi sakit. Mukamu pucat. Kata Ibuku, biasanya kalau pucat pasti sakit"

Aku mencelos. Ini anak sok tau juga ya?
Aku bukan sakit, tapi aku lapar.

"Aku nggak sakit " jawabku, akhirnya.

"Oh kamu pasti lapar. Makan di kantin masih ada waktu lho"

Iya aku tahu kalau waktu jam istirahat masih ada sekitar 10 menit.
Tapi aku harus bayar pakai apa makanan yang akan ku konsumsi?

"Uangku hilang. Nggak bisa jajan"
Aku mengaku.

Anak itu mengangguk, lalu tersenyum.

"Benar kan? Kamu kalau tidak sakit, ya sedang lapar" katanya, raut wajahnya memiaskan rasa puas untuk tebakannya yang tepat.

Aku mencelos lagi. Kaki ku hendak melangkah pergi.
Tapi tiba-tiba anak itu meraih tanganku dan mengajak ke kantin.

"Ayo aku bayarin. Daripada kamu sakit. Kasihan"
ucapannya terdengar tulus. Entah kenapa aku bisa merasakannya.

Aku tersenyum senang.
Dia, entah siapa namanya. Kamu akan jadi kawanku setelah ini.
Semoga saja.

*

Sepulang sekolah, anak laki-laki yang tadi belum sempat kutanya namanya terlihat berdiri di dekat pohon akasia depan sekolah.
Dia seperti sedang mencari seseorang.
Aku melangkah menuju gerbang, aku harus berkenalan dengan dia.

"Wah ketemu juga. Hehe.. Aku nggak tau kelas kamu, jadi aku tunggu depan sekolah deh"

Jadi dia menungguku? Dia mencari seseorang yang adalah aku?

"Ku di kelas 5 C."
Jawabku. Tanpa perlu dia bertanya lagi di kelas mana aku belajar di sekolah ini.

"Aku kelas 6 B."
katanya, padahal aku tak bertanya.

Aku mengangguk
"Nama kamu siapa, kak?"

Aku sudah penasaran dengan namanya, ternyata kakak kelas.

"Aku Lintang. Kamu siapa?"
Tangannya terulur sambil bibirnya menyunggingkan senyum.

Aku menyambut uluran tangannya.

"Namaku Lintas."

**

Namaku Lintas. Namaku aneh? Ya kurasa begitu, aku tak tahu mengapa orang tuaku memberi nama seperti itu. Aku asli orang Jogjakarta. Tapi sekarang menetap di Bali. Kuliah di sini dan juga mencari nafkah di pulau Dewata ini.
Usiaku 25 tahun bulan September nanti. Dan sekarang baru awal tahun.
Aku kuliah di salah satu Universitas di Bali ini dan mengambil jurusan Bahasa Sastra. Sejak kecil aku sudah suka menulis. Dari aku SD puisi bocahku sudah sering dimuat di majalah anak-anak. Dan sekarang, aku juga bekerja sebagai copywriter di salah satu penerbit di pulau ini.

Ini sedikit kisah masa laluku dengan seorang bernama Lintang.
Seorang yang kuanggap hebat dalam segala hal.
Seorang yang aku yakin memang Tuhan kirim untuk menemani setiap perjalananku.

***

Aku dan kak Lintang benar-benar jadi teman, dia anak yang baik.
Baik buat aku, si anak perempuan kecil yang dianggap kuper oleh teman-teman sekelasku.
Tiap istirahat, Kak Lintang selalu menungguku di kantin.
Menu favorit kami saat itu nasi opor bikinan Bu Idah, si ibu kantin. Dan segelas es teh manis yang selalu tampak segar.

Teman-teman kak Lintang juga baik, mereka tidak ada yang berusaha menjahiliku.
Kutahu kak Lintang termasuk anak kesayangan para guru di sekolah itu.
Dia kerapkali menjadi juara sekolah. Kok aku bisa-bisanya tak tahu hal itu, ya?
Ah, lupa. Aku ini kan si anak kuper.
Kerjaanku di sekolah ya hanya belajar, istirahat makan di kantin.
Tapi sejak ada kak Lintang, sekolah menjadi menyenangkan.

Tapi.. beberapa bulan lagi, kelas 6 sudah harus ujian.
Itu artinya, kelulusan SD hampir dekat.
Itu artinya juga, kak Lintang sudah nggak akan lagi sekolah di sini.
Itu artinya, aku akan jadi si anak kuper lagi.

"Lin, rumah kamu di mana sih?"

Aku dan kak Lintang sedang duduk di pinggir lapangan besar, menonton anak-anak yang heboh bermain sepak bola.
Seminggu ini kelas belajar mengajar sudah berhenti.
Ujian nasional sudah dilaksanakan.
Ujian kenaikan kelas juga sudah terlaksana.
Dan aku jadi sedih kalau mengingat waktu itu.

"Di perumahan Mulya Asri, kak."

Jawabku, mataku menatap ke arah gerombolan anak-anak cowok yang bermain bola, tapi pikiranku diam di kecamuk perasaan.

"Lho, deket dong sama rumah aku?"

Aku menoleh, ah, apa iya?

"Kamu tahu Kampung Kembang Sari? Yang di jalan Nagasari"

Aku menggeleng. Aku memang tak hafal jalan. Apalagi di umurku yang baru 11 tahun saat itu.

"Tulisin alamat lengkap kamu, ya? Nanti pasti aku main deh. Gooollll"
Kak Lintang lalu ikut histeria melihat kemenangan salah satu kelompok yang bermain bola. Mungkin mereka teman sekelasnya.

Aku menuliskan alamat lengkapku.

-- Perumahan Mulya Asri blok L nomor 77 --

Lalu menyerahkan lembaran itu ke kak Lintang.

"Sipp.. Mama papa kamu gapapa kan kalau aku main?"

Aku tersenyum menggeleng. Yang berarti, pasti mereka senang aku punya teman baik seperti kak Lintang.

****

Masa liburan sudah di depan mata.
Orang tuaku berencana akan jalan-jalan ke kota Malang. Sekalian berkunjung ke rumah Eyang.
Pagi itu persiapan sudah beres.
Tas-tas besar sudah dimasukkan ke bagasi mobil.
Ayah memanasi mobilnya.
Bunda masih sibuk di dapur menyiapkan bekal.
Aku? Aku duduk di depan teras.
Mataku fokus ke tukang bubur ayam yang sedang melayani pembeli.

Wuuussss ---

Lalu sekelebat bayangan lewat di samping gerobak warna hijau itu.
Hah? Apa itu?
Gerakannya cepat sekali.
Dan tiba-tiba sekelebat tadi semakin mendekat.

Ciiiitttt--

Bunyi rem mendadak.

Aku mendongak kaget. Ayah yang sudah mematikan mesin mobil juga turut terperangah.

Lalu, tampak seorang anak laki-laki turun dari sepeda dengan nafas Ngos-ngosan .

Hah? Aku mengucek mataku.

Anak itu menuntun sepedanya ke depan gerbang rumahku.

"Pagi, om"

Lalu menyapa Ayahku yang keheranan.
Ayahku mendekatinya,
"Pagi, nak. Mau cari siapa?"
tanya Ayah sambil membuka gerbang.

Aku hanya melongo saat itu.

"Cari Lintas, om" jawabnya sambil menoleh melihatku yang cuma berdiri kaku.
Tidak percaya saja kalau kak Lintang datang pagi ini.

"Oh, temennya Lintas. Masuk. Lintas, ini ada teman mu" Ayah berseru.

Kak Lintang memarkir sepedanya dekat pohon jambu di pekarangan rumah.
Ayah mengikutinya.
Aku segera menghampiri kak Lintang .

"Eh, ada tamu kecil, ya?"
Tiba-tiba Bunda keluar dari dapur dengan menenteng keranjang tempat bekal kami.

"Selamat pagi, Tante" kak Lintang menyapa Bunda.
Bunda tersenyum sambil memasukkan keranjang ke dalam mobil.

"Kak Lintang kok ke sini pagi-pagi banget?"

"Kepagian, ya? Maaf. Kalian mau pergi, ya?"
tanya kak Lintang setelah melihat Bunda yang kembali sibuk memasukkan beberapa botol besar Pocari sweat ke dalam mobil.

Aku mengangguk.
Ah, andai saja kami tak pergi hari ini. Pasti lebih asyik bermain seharian bersama kak Lintang.

"Aku ganggu?"

"Nak, namanya siapa?"
Belum sempat aku menjawab, Bunda sudah ada diantara kami.

"Lintang, tante." jawab kak Lintang sambil menjulurkan tangan kanannya.

"Ohh.. Nama yang bagus, ya. Teman sekolah Lintas?" Bunda menyambut uluran tangannya.

Aku hanya terdiam.

"Iya, tante. Tapi sekarang sudah mau masuk SMP. Hehe"

"Oh, begitu. Rumah kamu mana, nak?"

"Di Kampung Sari, jalan Nagasari."

"Lho, dekat juga, ya? Sudah ijin orang tua tadi main ke sini?"

"Sudah, tante"

"Bunda, ajak Lintang sarapan dulu"

Ayah juga ikut muncul di antara kami.
Lintang tersenyum lalu menggeleng.
"Terimakasih, om. Tapi saya sudah sarapan. Saya ke sini tadi mampir"

Bunda dan Ayah mengangguk saja.

"Om tante mau pergi, ya?" tanya kak Lintang. Seperti memastikan.

"Iya, mau ke Malang. Ke rumah Eyang nya Lintas"
Bunda yang menjawab.

"Kalau begitu, saya ijin pulang saja, ya. Lain kali kalau sudah di rumah, saya main lagi."

Huft. Kak Lintang pamit.
Aku jadi benar-benar tak ingin ke Malang hari itu.

"Kami tidak buru-buru kok, nak"
Ayah sekarang menjawab.

"Hehe. Iya, om. Tapi lebih baik kalau berangkat awal. Biar nggak macet."

Kak Lintang lalu menoleh padaku, yang sejak tadi diam saja.

"Aku pulang dulu ya, Lin. Kalau sudah pulang nanti aku main lagi."

Aku mengangguk saja.

"Om, tante, saya pamit. Terimakasih"

Pamitnya pada Ayah Bunda lalu menyalami kedua orang tuaku dengan sopan.

"Hati-hati, nak" pesan Bunda.

Aku mengantarnya sampai di dekat sepedanya.
Aku melihat ada sekantong plastik bening yang berisi air berwarna biru tua dan dua buah mainan kecil berwarna kuning dan merah.

"Itu apa kak?"
Tunjukku pada kantong plastik itu.

Kak Lintang malah menepuk dahinya.

"Aduh, sampe lupa. Ini, aku beli buat kamu" jawabnya, sambil mengambil kantongan itu.
Lalu menyerahkan padaku.
Aku menerima nya dan mengamati benda kecil itu.
Ternyata dua ekor bebek lilin yang berenang di atas air biru tua.

"Wah bagus, kak. Beli di mana?"

"Tadi di dekat Alun-alun kandang macan."

"Makasih ya, kak" kataku, antusias sekali. Seperti anak balita yang baru saja dapat mainan baru.

"Sama-sama. Aku pulang, ya. Hati-hati di jalan."

Aku mengangguk. Terus mengikuti sosok kak Lintang yang lalu menghilang di belokan jalan.
Lalu aku berlari masuk setelah Bunda memanggilku untuk sarapan.

*****

Ah, dua bebek itu. Yang dulu ku namai Lintang dan Lintas.
Mainan yang dulu tenar sekali pada jamanku.
Bebek lilin yang masukkan kantong plastik bening yang sebelumnya diisi oleh air berwarna(lebih sering warna biru tua).
Bagaimanapun juga, aku tak pernah sengaja membeli mainan itu sendiri.
Ayah dan Bunda juga tak pernah membelikannya untukku.
Tapi Lintang membelikannya untukku. Dan dulu aku bahagia sekali mendapat itu darinya.
Sekarang, kedua bebek itu sudah hilang. Dulu kolamnya jatuh lalu bebeknya tersapu oleh Mbak Murti.
Aku dulu sempat menangis saat tahu bebek dari kak Lintang hilang. Padahal aku baru memeliharanya beberapa bulan saja.

*

Terimakasih sudah mampir dan baca 😃 Selamat menunggu kelanjutan Lintang dan Lintas . Akan ada banyak kejutan nantinya 😉

Komentar